Jakarta, Jatim This Week – Surat edaran yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum atau KPU agar partai politik menjalankan dua putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah sejumlah pasal di Peraturan KPU (PKPU) soal kuota caleg perempuan dan syarat mantan narapidana menjadi caleg dinilai tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Partai politik pun dinilai tak harus menjalankan ketentuan dalam surat edaran itu.
“Yang memiliki kekuatan hukum mengikat yaitu Putusan MA,” kata Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, Umbu Rauta, saat dihubungi media melalui pesan WhatsApp pada, Jumat, (6 /10/2023).
Menurut Umbu, fungsi surat edaran hanya sekadar penjelasan ke peserta pemilihan umum supaya mentaati putusan MA. Putusan Mahkamah Agung Pasal 11 ayat 6 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Anggota DPR dan DPRD dan Pasal 18 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah.
Sementara itu, Peneliti dari Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ihsan Maulana, pun berpendapat sama. Dia menilai surat edaran itu tidak memperbarui PKPU yang pasalnya sudah dibatalkan Mahkamah Agung. Dia menyatakan, satu-satunya jalan untuk mengubah pasal yang dibatalkan MA itu adalah dengan menerbitkan PKPU baru.
Menurut Ihsan, secara hukum kekuatan surat edaran itu cukup lemah. Apalagi tidak ada sanksi jelas, kata dia, bagi partai politik yang tidak mematuhinya.
“Seharusnya pasca putusan MA, KPU langsung mengubah PKPU, bukan menerbitkan surat itu,” kata dia, saat dihubungi.
Sebelumnya, KPU RI mengeluarkan surat edaran kepada partai politik untuk mengikuti putusan MA Nomor 24 P/HUM/2023 dan Nomor 28 P/HUM/2023 dalam penyusunan daftar caleg di tingkat DPR RI hingga DPRD Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024.
Putusan MA Nomor 24 membatalkan Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 soal tata cara perhitungan calon legislatif perempuan. Pasal itu sebelumnya menyatakan bahwa perhitungan kuota caleg perempuan menggunakan pembulatan ke bawah jika ditemukan adanya bilangan desimal di bawah 0,5.
Contohnya, dalam daerah pemiilhan yang memiliki kuota 8 anggota DPR RI. Jika dihitung 30 persen, maka kuota caleg perempuan adalah 2,4 atau jika dibulatkan menjadi 2 caleg saja. MA menilai cara perhitungan ini melanggar ketentuan UU Pemilu yang secara tegas menyatakan kuota caleg perempuan minimal 30 persen.
Sementara putusan MA Nomor 28 P/HUM/2023 membatalkan Pasal 11 ayat 6 PKPU Nomor 10 dan Pasal 18 ayat 2 PKPU Nomor 11 Tahun 2023 soal aturan mantan narapidana menjadi caleg. Dalam kedua pasal itu, KPU tak memasukkan syarat mantan narapidana harus melewati masa 5 tahun setelah mereka selesai menjalankan hukumannya.
Ketua Divisi Teknis KPU RI Idham Holik, sempat menyatakan bahwa untuk merevisi kedua PKPU itu dibutuhkan waktu yang panjang. Pasalnya, menurut dia, KPU harus berkonsultasi dengan DPR. Idham tak mau menjelaskan apakah pihaknya sudah mengajukan surat permohonan ke Komisi II DPR untuk berkonsultasi. Meskipun demikian, Idham juga tak mau menegaskan apakah ini berarti piihaknya tak akan mengubah PKPU bermasalah tersebut. Dia hanya menyatakan bahwa partai politik telah menjalankan keputusan MA tersebut. (jer/ly/ad)