Jakarta, Jatim This Week – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkap modus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terjadi di Indonesia, Hal tersebut disampaikannya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI yang membahas tentang transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan yang salah satu modusnya adalah orang mengambil uang dari bank senilai Rp 500 miliar, lalu dibawa ke Singapura, ditukar dengan uang dolar.
“Dia bilang ini menang judi karena di Singapura judi sah lalu dibawa ke Indonesia sah, Padahal itu uang negara, itu TPPU,” ujar dia dikutip dari youtube saat rapat dengar pendapat dengan komisi 3 DPR RI pada Rabu, (29/3/2023).
Mahfud juga mencontohkan kasus dugaan TPPU yang dilakukan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Rafael Alun Trisambodo (RAT). Menurut dia, rekening RAT memang isinya sedikit, tapi rekening milik istri dan anaknya nominalnya besar. Modus lainnya adalah ada juga orang membawa uang berisi koper lalu ditukar dengan kertas di pesawat. “Itu banyak terjadi.”
Sehingga, dia menyarankan agar ada batasan uang belanja, agar hal seperti itu tidak terjadi. “Rp 100 juta Anda keluarkan dari bank mana, kirim ke bank mana. Jangan ditukar di dalam koper,” kata Mahfud.
Selain itu Mahfud yang juga Ketua Komite Pencegahan TPPU mengusulkan kepada Komisi III DPR RI untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dan mengesahkannya menjadi UU. Karena menurut dia, memberantas korupsi dan TPPU sangat sulit.
Soal RUU Perampasan Aset, Mahfud berharap Komisi III bersuara agar Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengirimkan surat presiden (supres). Karena, menurut dia, pemerintah sudah mengajukan RUU itu sejak tahun 2020. “(Sempat) Disetujui di badan legislasi dan keluar lagi ketika akan mulai ditetapkan sebagai prioritas utama padahal isinya sudah disetujui,” tutur dia.
Sehingga, kejadian pemerintah akan lebih mudah mengambil dana BLBI yang nilainya Rp 111 triliun. Awalnya dana tersebut tidak bisa diambil, kemudian Mahfud minta Instruksi Presiden. Hasilnya adalah dari angka tersebut pemerintah sudah mendapatkan Rp 29,9 triliun, karena ada yang kalah di pengadilan, tidak menggugurkan utang tapi karena TPPU.
“Karena barangnya dijaminkan pemerintah dengan surat tanda tangan di atas materai, tapi sertifikatnya tidak diserahkan, lalu dijual. Ketika mau disita ternyata sertifikatnya sudah dimiliki anaknya. Kalau ada UU Perampasan Aset kita bisa tangani itu semua, makanya dulu awal kami masuk ke sini, kami mohon bisa,” ujar Mahfud MD. (jer/adi)