Jakarta, Jatim This week – Peraturan Pengganti Undang-Undang atau Perpu Cipta Kerja telah disetujui Badan Legislasi DPR RI pada rabu (15/2/2023) dimana tujuh dari sembilan fraksi wakil rakyat yang duduk di kursi parlemen menyatakan setuju aturan tersebut dibawa ke rapat paripurna.
Sejak awal pembahasan UU Cipta Kerja, berbagai kalangan terutama buruh sangat menentang diterbitkannya aturan tersebut dimana terdapat sembilan poin yang sangat merugikan bagi kelas pekerja salah satunya adalah soal upah minimum yang dinilai sangat merugikan buruh dan pekerja.
Hal ini disampaikan oleh Presiden Partai Buruh Said Iqbal dimana dirinya mengatakan jika pasal Perpu Cipta Kerja yang mengatur soal upah minimum, yakni Pasal 88C dianggap akan memberikan upah murah dan tidak lazim dalam dunia internasional
“Di situ dikatakan, upah minimum kabupaten kota atau UMK ditetapkan oleh Gubernur, artinya UMK bisa ditetapkan atau bisa tidak ditetapkan,” kata Said Iqbal saat konferensi pers secara virtual pada kamis (16/2/2023)
Iqbal menjelaskan jika pada Pasal 88D Perpu Cipta Kerja, kenaikan upah minimum dianggap tidak ada kepastian karena adanya poin pertimbangan menggunakan indeks tertentu.
“Kata-kata indeks tertentu dalam pasal upah minimum ini tidak dikenal di dalam konvensi ILO (Organisasi Buruh Internasional) No 133, yang dikenal hanya kenaikan upah minimum berdasarkan dua hal, standar living cost atau makro ekonomi, yaitu kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tidak ada indeks tertentu,” ucap Said Iqbal.
Selanjutnya, Iqbal menjelaskan jika Perpu Cipta Kerja juga telah menghapus adanya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) melalui aturan turunannya PP Nomor 36 tahun 2021, dimana sebelumnya UMSK diatur dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003.
“Pasal lain yang ditetang dalam upah minimum adalah hilangnya UMSK, karena tidak mungkin pabrik sandal jepit upah minimumnya sama dengan sektor industri mobil nggak adil dan ini ada di dalam konvensi ILO No 133 tentang UMSK tersebut,” kata Said Iqbal.
sedang yang terakhir adalah tentang upah minimum adalah adanya pasal yang seolah menganulir pasal sebelumnya yakni pada Pasal 88F yang menyebutkan dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88D.
“Tidak ada dalam satu batang tubuh sebuah Undang-undang, satu pasal menganulir pasal diatasnya, yang paling mungkin harusnya di penjelasan pasal dan itupun tidak boleh bertentangan dengan isi batang tubuh pasal,” kata Said Iqbal.
Dengan di selesaikannya pembahasan UU Cipta Kerja di Badan Legislasi DPR RI, sekrang tingga menunggu pengesahan dari DPR-RI melalui sidang paripurna , mengingat meskipun Panja Badan Legislasi DPR sudah menyetujui Perpu Cipta Kerja pada rabo kemarin. Akan tetapi, persetujuan tersebut belum dapat dikatakan sebagai suatu persetujuan DPR karena keputusan tertinggi DPR secara kelembagaan ada pada Rapat Paripurna (yoe/adi)